LAPORAN
PRAKTIKUM
ILMU
MAKANAN TERNAK RUMINANSIA
PEMBUATAN
SILASE
Dosen
pengampu : Ir. Dwi Kusmanto, MP.

DISUSUN OLEH:
·
Lia Wati (122263)
·
Imam Syaifudin (122266)
·
Ratna Fitri A (122269)
·
Bintang Prima S (122274)
Akademi
Peternakan Brahmaputra Yogyakarta
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kekurangan
hijauan segar sebagai pakan ternak sudah lama dirasakan oleh peternak di
Indonesia. Seringkali peternak menanggulanginya dengan cara memberikan pakan
seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitarnya. Pemberian
pakan ternak yang seadanya sangat mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat
dari lambatnya pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan
sampai mengalami sakit. Pengawetan hijauan pakan atau limbah pertanian dalam
bentuk silase merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh terutama
untuk mengatasi kesulitan pengadaan pakan di daerah yang mengalami musim
kemarau panjang. Perubahan musim akan mempengaruhi kualitas hijauan pakan yaitu
hilangnya fraksi yang mudah larut atau fraksi non struktural akibat respirasi
yang meningkat dan penurunan netto fotosintesis.
Pengawetan
hijauan sepeti silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan
hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas
ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan
kualitasnya. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat
mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu
sepanjang tahun (Widyastuti, 2008).
B.
Tujuan
Praktikum
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui prinsip pembuatan silase sebagai pakan
alternatif pengganti hijauan segar.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Silase adalah bahan yang dihasilkan dari fermentasi
hijauan berkadar air tinggi (60-70%) melalui proses yang disebut ensilase dalam
tempat penyimpanan yang disebut silo (McDonald, 1981). Orskov (1988)
menambahkan bahwa ensilase merupakan proses penyimpanan hijauan yang bersifat
anaerob dimana asam laktat diproduksi saat fermentasi yang menyebabkan pH turun
hingga ke tingkat penurunan yang cukup bagi perkembangan mikroorganisme pemecah
asam laktat dan asam amino membentuk asam butirat, amonia dan produk degradasi
lain. Ensilase terjadi dalam 2 kondisi yaitu kondisi aerob yang biasanya
berjalan 4-6 jam dan kondisi anaerob setelah oksigen habis dipakai (Foley et
al., 1973).
Fermentasi dapat berjalan dengan baik dalam kondisi aerob
maupun anaerob dan didominasi oleh bakteri penghasil asam laktat yang bersifat
fakultatif anaerob (McDonald, 1981). Cullison (1979) menjelaskan bahwa proses
fermentasi terjadi pada kondisi anerob dan kelembaban tinggi. Hal ini
menyebabkan bakteri pembentuk asam laktat yang semula dalam jumlah sedikit akan
berkembang biak mencapai ratusan juta bakteri per gram hijauan pada 3 sampai 5
hari pertama ensilase (Foley et al., 1973).
Tahapan ensilase ada 5 yaitu: 1). Hijauan mengalami
proses respirasi menghasilkan panas dan CO2 sampai proses respirasi
terhenti. Respirasi aerob oleh hijauan akan mengurangi O2 dalam silo
dan menyebabkan kondisi anaerob, proses ini berlangsung selama 3 sampai 5 hari
pertama, 2). Fase asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam
laktat, 3). Peningkatan konsentrasi asam dengan bertambahnya bakteri penghasil
asam laktat, 4). Penurunan bakteri pembentuk asam asetat karena bakteri asam
asetat tidak dapat hidup di lingkungan dengan keasaman yang tinggi dan kerja
mikrobia akan terhenti, 5). Apabila asam laktat dan asetat tersedia cukup,
tidak akan terjadi perubahan lebih lanjut tetapi jika pH terlalu rendah, asam
butirat yang dihasilkan akan bereaksi dengan bahan yang diawetkan sehingga
terjadi pembusukan, karena asam amino dan protein akan berubah menjadi amonia
dan amina yang akan menurunkan kualitas silase (Foley et al., 1973).
Ensminger (1992) menyatakan bahwa kombinasi produk akibat
aktivitas mikroorganisme dalam ensilase adalah 1). Karbohidrat nonstruktural,
khususnya gula diubah menjadi asam laktat, asam asetat, beberapa asam lain,
alkohol dan karbondioksida; 2). Protein tanaman dipecah menjadi peptida,
amonia, asam amino dan amina; 3). Apabila keasaman cukup tinggi, bakteri mati
dan silase stabil, pH silase turun serendah 3,5-4,6 untuk jagung dan atau sereal
4,0-5,0 untuk rumput dan legume. Silase dapat dibuat dari berbagai hijauan
pakan. Karakteristik tanaman yang ideal untuk disimpan sebagai silase adalah
1). Mempunyai kepekaan substrat untuk difermentasi dalam
bentuk RAC (”Ready Available Carbohydrate”), 2). Tanaman juga sebaiknya mengandung BK dalam tanaman segar
kurang lebih 20% (McDonald, 1981). Bakteri yang memfermentasikan karbohidrat
mempunyai ciri yaitu memproduksi asam laktat. dengan jumlah bakteri asam laktat
7,6 x 106 dalam silase. Lactobacillus bulgaricus merupakan
salah satu bakteri penghasil asam laktat yang dapat digunakan sebagai starter
dalam pembuatan silase. Rahman et al., (1992)
menyatakan bahwa Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri berbentuk
batang, tumbuh pada suhu 15-45oC, tidak tahan garam, merupakan
bakteri asam laktat homofermentatif terutama mengubah glukosa menjadi asam
laktat.
Proses
pembuatan silase dapat dipercepat dengan penambahan bahan aditif berupa
karbohidrat mudah dicerna. Karbohidrat mudah dicerna (RAC = ”Readily Available
Carbohydrate”) yang ditambahkan dalam pembuatan silase berguna untuk menambah
sumber energi bagi bakteri asam laktat (McDonald, 1981). Dedak padi kaya akan
karbohidrat mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai aditif dalam membuat
silase. Harold dan Darrel (1972) menjelaskan bahwa penambahan bahan aditif pada
pembuatan silase mampu memudahkan terbentuknya suasana asam dengan derajat
keasaman yang optimum. Karakteristik silase yang baik menurut Ranjhan (1980)
adalah : bau asam, tidak berjamur, berwarna hijau kekuningan, asam lemak mudah
terbang lebih kecil dibandingkan asam laktat, produksi amonia dibawah 10% dari
total N, konsentrasi asam butirat kurang dari 0,2%. Menurut McIlroy (1976)
kualitas silase yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain 1). PH 4,2; 2).
Kandungan asam laktat 1,5-2,5%; 3). Kandungan asam butirat 0,1%; 4). Kandungan
asam asetat 0,5-0,8%; dan 5). Kandungan N-NH3 5-8%.
BAB III
MATERI DAN METODE
MATERI DAN METODE
Lokasi Praktikum
Praktikum
pembuatan silase dilakukan di Laboraturium
kampus
Akademi Peternakan Brahmaputra Yogyakarta.
Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum
pembuatan silase menggunakan rumput raja/ king
gress atau nama ilmiahnya Pennisetum purpurophoides, yang telah
dilayukan sebanyak 7 kg, pollard sebanyak 2 kg, bekatul sebanyak 1 kg, garam sebanyak 200 gr, tetes tebu 150
gr, mineral 450gr
+ 200 ml air, dan SBP sebanyak 3cc/ 1 sloki.
Alat yang digunakan berupa arit
untuk memotong rumput raja (King Gress) segar
dari pohonnya, parang/ pisau untuk memotong/mencacah rumput raja (King Gress) yang telah dilayukan, papan
kayu sebagai alas pemotongan (talenan), tali untuk mengikat hijauan, timbangan
untuk menimbang hijauan dan bahan pembuat silase, loyang/nampan untuk tempat
pencampur bahan, ember sebagai tempat fermentasi (silo), solasi sebagai perekat
tutup ember supaya tidak mudah terlepas.
Metode Pembuatan Silase
Langkah yang pertama yaitu memotong
rumput raja/ king gress dari pohonnya
sebanyak 17
kg. Yang selanjutnya di layukan ± selama 1 minggu dengan tujuan untuk mengurangi
kadar airnya hingga mencapai berat yang diinginkan 7 kg, sehingga setiap hari
selalu di timbang. Setelah hijauan kering sudah mencapai berat 7 kg, kemudian
dipotong-potong secara manual dengan panjang ± 4-5 cm. Menimbang bahan-bahan
lainnya seperti pollard sebanyak 2 kg, bekatul sebanyak 1 kg, garam sebanyak 200 gr, tetes tebu 150
gr, mineral 450gr
+ 200 ml air, dan SBP sebanyak 3cc. Setelah
semua bahan siap, lalu mulai mencampur rumput raja kering yang sudah
dipotong-potong dengan tetes tebu, pencampuran dilakukan dilantai yang bersih.
Selanjutnya mencampur garam dengan mineral pada loyang. Lalu mencampur bekatul,
pollard dengan garam mineral. Kemudian campuran dari bekatul, pollard dengan
garam mineral dicampurkan dari sedikit demi sedikit supaya tercampur rata pada
rumput raja yang telah dicampur EM4. Setelah semua bahan tercampur merata,
langkah yang terakhir memasukan ke dalam ember dan memadatkan semua bahan
silase agar dapat memperkecil tersedianya O2 sehingga tercapai
keadaan hampa udara. Setelah ember terisi padat dan penuh lalu ditutup dan
disolasi supaya tidak terlepas. Kemudian simpan pada tempat yang aman dan tidak
terkena sinar matahari. Penyimpanan dilakukan selama ± 30 hari dan siap di
berikan pada ternak ruminansia.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hijauan segar yang digunakan rumput
raja, dengan berat awal hijauan segar berjumlah 17 kg. Setelah dilakukan proses pelayuan
hijauan selama ± 1 minggu, didapatkan 17
kg hijauan kering dari hijauan segar 17
kg. Kadar air dari rumput raja segar 80 % dan BK rumput raja segar 20 %
BK
hasil jadi = misal 



7
= 20 x 17

7
= 340


Sehingga
BK hasil jadi dari rumput raja kering 48,57
%
Hasil Jadi Silase
Silase
sudah jadi setelah mengalami proses fermentasi penyimpanan selama ± 30 hari
dalam keadaan anaerobic, menghasilkan silase yang termasuk dalam katagori
kualitas baik dengan warna kehijau-hijauan seperti daun direbus, berbau asam
dan berasa manis. Teksturnya masih berupa rumput, tidak berjamur, tidak
menggumpal dan tidak berlendir.
Manfaat silase adalah sebagai
berikut:
1. Selama
fermentasi, bakteri yang berperan di dalamnya bekerja pada kandungan selulosa dan karbohidrat pada pakan
untuk menghasilkan asam lemak volatil seperti asam asetat, propionat, laktat, dan butirat. Keberadaan
asam lemak menurunkan pH sehingga menciptakan lingkungan di
mana bakteri perusak tidak bisa hidup. Sehingga asam lemak volatil berperan
sebagai pengawet alami. Pengawetan ini merupakan hal yang penting dilakukan
ketika pakan hijauan tidak tersedia di musim dingin.
- Ketika melalui proses fermentasi, selulosa dari
hijauan pecah sehingga ketika dimakan oleh ternak, jalur pencernaan pada
perut ruminansia menjadi lebih singkat sehingga mempercepat penyerapan
nutrisi.
- Beberapa organisme pelaku fermentasi memproduksi
vitamin, seperti lactobacillus yang
menghasilkan asam folat dan vitamin B12.
- Silase dapat ditambah dengan berbagai bahan
seperti bekatul selama proses pembuatannya,
untuk menambah nutrisi dan memperbaiki karakteristik fisik dan kimiawi
silase.
- Fermentasi menghasilkan panas, karena energi
kimia dari pakan hijauan digunakan oleh bakteri untuk melakukan
fermentasi. Sehingga kandungan energi silase umumnya lebih rendah daripada
hijauan. Namun kekurangan ini dapat diabaikan mengingat begitu banyaknya
manfaat silase. Selain itu, dengan pecahnya selulosa, energi yang digunakan
hewan ruminansia untuk mencerna silase menjadi lebih sedikit.
- Silase juga tahan lama, dapat bertahan selama ± 1
tahun sehingga dapat dijadikan pasokan diwaktu musim kemarau maupun
kekurangan hijauan.
Prinsip
pembuatan silase yaitu usaha untuk mencapai dan mempercepat :
a. Keadaan hampa udara (anaerob).
Untuk mendapatkan suasana anaerob
dikerjakan dengan cara :
1. Pemadatan
bahan silase (hijauan) yang telah dicacah dengan cara ditekan, baik dengan
menggunakan alat atau diinjak-injak sehingga udara sekecil mungkin (minimal).
2. Tempat
penyimpanan (silo) jangan ada kebocoran dan harus tertutup rapat yang diberi
pemberat.
3. Pembentukan
suasana asam dengan cara penambahan bahan pengawet atau bahan imbuhan (additif)
secara langsung dan tidak langsung.
b. Terbentuk
suasana asam dalam penyimpanan (terbentuk asam laktat) terbukti ketika kertas Laktmus dimasukkan, warnanya
tidak berubah.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa prinsip utama pengawetan melalui
teknologi silase adalah mempercepat kondisi anaerob dan suasana asam didalam
silo. Hal ini dapat terjadi apabila jumlah udara didalam silo minimal yaitu dengan
pemadatan yang maksimal, disamping menekan aktivitas mikroba yang menyebabkan
kerusakan silase dengan mendorong percepatan terbentuknya asam laktat.
Kualitas silase rumput raja menunjukkan hasil baik. Hal ini dikarenakan
memilki sifat berbau asam dan berasa manis, berwarna hijau seperti daun
direbus, tekstur kehijau-hijauan seperti bahan asal, tidak berjamur dan tidak
menggumpal sesuai dengan persyaratan silase yang berkualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Cullison.
A. E. 1979. Feeds and Feeding. 2nd Ed. Reston Publishing Co. Inc.
Reston, Virginia.
Ensminger,
M. E. 1992. Animal Science. 6th Ed. The Interstate and Publisher,
Inc. Danville, Illinois.
Foley,
R.C., D.L. Bath, F.N. Dickinson., and H.A. Tucker. 1973. Dairy Cattle
Principles, Practices, Problem and Profits. Lea and Febiger, Philadelphia.
Harold,
D.H. and S.M. Darrel. 1972. Crop Production 2nd Ed. Macmilan
Publising Co., Inc., New York.
McDonald,
P. 1981. The Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons Ltd., London.
McIlroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput
Tropika. Pradya Paramita, Jakarta (Diterjemahkan oleh TIM IPB).
Orskov, E. R. 1992. Protein Nutrition in Ruminant. 2nd
Ed. Academic Press, Harcout Brace Jovanovich Publisher, London.
Ranjhan,
S. K. 1980. Animal Nutrition in Tropics. 2nd Ed. Vikas Publishing
House PVT Ltd., New Delhi.
Widyastuti, Y. 2008. Fermentasi Silase dan Manfaat Probiotik Silase bagi Rouminansia. Media Peternakan. 31 (3) : 225-232.
![]() |
![]() ![]() |
![]() ![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
![]() |
LAMPIRAN GAMBAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar