Welcome to My Page

Welcome to My Page

Rabu, 14 Januari 2015

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU MAKANAN TERNAK RUMINANSIA
PEMBUATAN SILASE

Dosen pengampu : Ir. Dwi Kusmanto,  MP.

Brahmaputra
DISUSUN OLEH:
·               Lia Wati                      (122263)
·               Imam Syaifudin          (122266)
·               Ratna Fitri A               (122269)
·               Bintang Prima S          (122274)

Akademi Peternakan Brahmaputra Yogyakarta

2014



BAB I
                                                           PENDAHULUAN            

A.    Latar Belakang
Kekurangan hijauan segar sebagai pakan ternak sudah lama dirasakan oleh peternak di Indonesia. Seringkali peternak menanggulanginya dengan cara memberikan pakan seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitarnya. Pemberian pakan ternak yang seadanya sangat mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari lambatnya pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan sampai mengalami sakit. Pengawetan hijauan pakan atau limbah pertanian dalam bentuk silase merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh terutama untuk mengatasi kesulitan pengadaan pakan di daerah yang mengalami musim kemarau panjang. Perubahan musim akan mempengaruhi kualitas hijauan pakan yaitu hilangnya fraksi yang mudah larut atau fraksi non struktural akibat respirasi yang meningkat dan penurunan netto fotosintesis.
Pengawetan hijauan sepeti silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun (Widyastuti, 2008).
B.     Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip pembuatan silase sebagai pakan alternatif pengganti hijauan segar.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Silase adalah bahan yang dihasilkan dari fermentasi hijauan berkadar air tinggi (60-70%) melalui proses yang disebut ensilase dalam tempat penyimpanan yang disebut silo (McDonald, 1981). Orskov (1988) menambahkan bahwa ensilase merupakan proses penyimpanan hijauan yang bersifat anaerob dimana asam laktat diproduksi saat fermentasi yang menyebabkan pH turun hingga ke tingkat penurunan yang cukup bagi perkembangan mikroorganisme pemecah asam laktat dan asam amino membentuk asam butirat, amonia dan produk degradasi lain. Ensilase terjadi dalam 2 kondisi yaitu kondisi aerob yang biasanya berjalan 4-6 jam dan kondisi anaerob setelah oksigen habis dipakai (Foley et al., 1973).
Fermentasi dapat berjalan dengan baik dalam kondisi aerob maupun anaerob dan didominasi oleh bakteri penghasil asam laktat yang bersifat fakultatif anaerob (McDonald, 1981). Cullison (1979) menjelaskan bahwa proses fermentasi terjadi pada kondisi anerob dan kelembaban tinggi. Hal ini menyebabkan bakteri pembentuk asam laktat yang semula dalam jumlah sedikit akan berkembang biak mencapai ratusan juta bakteri per gram hijauan pada 3 sampai 5 hari pertama ensilase (Foley et al., 1973).
Tahapan ensilase ada 5 yaitu: 1). Hijauan mengalami proses respirasi menghasilkan panas dan CO2 sampai proses respirasi terhenti. Respirasi aerob oleh hijauan akan mengurangi O2 dalam silo dan menyebabkan kondisi anaerob, proses ini berlangsung selama 3 sampai 5 hari pertama, 2). Fase asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat, 3). Peningkatan konsentrasi asam dengan bertambahnya bakteri penghasil asam laktat, 4). Penurunan bakteri pembentuk asam asetat karena bakteri asam asetat tidak dapat hidup di lingkungan dengan keasaman yang tinggi dan kerja mikrobia akan terhenti, 5). Apabila asam laktat dan asetat tersedia cukup, tidak akan terjadi perubahan lebih lanjut tetapi jika pH terlalu rendah, asam butirat yang dihasilkan akan bereaksi dengan bahan yang diawetkan sehingga terjadi pembusukan, karena asam amino dan protein akan berubah menjadi amonia dan amina yang akan menurunkan kualitas silase (Foley et al., 1973).
Ensminger (1992) menyatakan bahwa kombinasi produk akibat aktivitas mikroorganisme dalam ensilase adalah 1). Karbohidrat nonstruktural, khususnya gula diubah menjadi asam laktat, asam asetat, beberapa asam lain, alkohol dan karbondioksida; 2). Protein tanaman dipecah menjadi peptida, amonia, asam amino dan amina; 3). Apabila keasaman cukup tinggi, bakteri mati dan silase stabil, pH silase turun serendah 3,5-4,6 untuk jagung dan atau sereal 4,0-5,0 untuk rumput dan legume. Silase dapat dibuat dari berbagai hijauan pakan. Karakteristik tanaman yang ideal untuk disimpan sebagai silase adalah 1). Mempunyai kepekaan substrat untuk difermentasi dalam bentuk RAC (”Ready Available Carbohydrate”), 2). Tanaman juga sebaiknya mengandung BK dalam tanaman segar kurang lebih 20% (McDonald, 1981). Bakteri yang memfermentasikan karbohidrat mempunyai ciri yaitu memproduksi asam laktat. dengan jumlah bakteri asam laktat 7,6 x 106 dalam silase. Lactobacillus bulgaricus merupakan salah satu bakteri penghasil asam laktat yang dapat digunakan sebagai starter dalam pembuatan silase. Rahman et al., (1992) menyatakan bahwa Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang, tumbuh pada suhu 15-45oC, tidak tahan garam, merupakan bakteri asam laktat homofermentatif terutama mengubah glukosa menjadi asam laktat.
Proses pembuatan silase dapat dipercepat dengan penambahan bahan aditif berupa karbohidrat mudah dicerna. Karbohidrat mudah dicerna (RAC = ”Readily Available Carbohydrate”) yang ditambahkan dalam pembuatan silase berguna untuk menambah sumber energi bagi bakteri asam laktat (McDonald, 1981). Dedak padi kaya akan karbohidrat mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai aditif dalam membuat silase. Harold dan Darrel (1972) menjelaskan bahwa penambahan bahan aditif pada pembuatan silase mampu memudahkan terbentuknya suasana asam dengan derajat keasaman yang optimum. Karakteristik silase yang baik menurut Ranjhan (1980) adalah : bau asam, tidak berjamur, berwarna hijau kekuningan, asam lemak mudah terbang lebih kecil dibandingkan asam laktat, produksi amonia dibawah 10% dari total N, konsentrasi asam butirat kurang dari 0,2%. Menurut McIlroy (1976) kualitas silase yang baik mempunyai ciri-ciri antara lain 1). PH 4,2; 2). Kandungan asam laktat 1,5-2,5%; 3). Kandungan asam butirat 0,1%; 4). Kandungan asam asetat 0,5-0,8%; dan 5). Kandungan N-NH3 5-8%.





BAB III
MATERI DAN METODE
Lokasi Praktikum
Praktikum pembuatan silase dilakukan di Laboraturium kampus Akademi Peternakan Brahmaputra Yogyakarta.
Materi
            Bahan yang digunakan dalam praktikum pembuatan silase menggunakan rumput raja/ king gress atau nama ilmiahnya  Pennisetum purpurophoides, yang telah dilayukan sebanyak 7 kg, pollard sebanyak 2 kg, bekatul sebanyak 1 kg, garam sebanyak 200 gr, tetes tebu 150 gr, mineral 450gr + 200 ml air, dan SBP sebanyak 3cc/ 1 sloki.
            Alat yang digunakan berupa arit untuk memotong rumput raja (King Gress) segar dari pohonnya, parang/ pisau untuk memotong/mencacah rumput raja (King Gress) yang telah dilayukan, papan kayu sebagai alas pemotongan (talenan), tali untuk mengikat hijauan, timbangan untuk menimbang hijauan dan bahan pembuat silase, loyang/nampan untuk tempat pencampur bahan, ember sebagai tempat fermentasi (silo), solasi sebagai perekat tutup ember supaya tidak mudah terlepas.
Metode Pembuatan Silase
            Langkah yang pertama yaitu memotong rumput raja/ king gress dari pohonnya sebanyak 17 kg. Yang selanjutnya di layukan ± selama 1 minggu dengan tujuan untuk mengurangi kadar airnya hingga mencapai berat yang diinginkan 7 kg, sehingga setiap hari selalu di timbang. Setelah hijauan kering sudah mencapai berat 7 kg, kemudian dipotong-potong secara manual dengan panjang ± 4-5 cm. Menimbang bahan-bahan lainnya seperti pollard sebanyak 2 kg, bekatul sebanyak 1 kg, garam sebanyak 200 gr, tetes tebu 150 gr, mineral 450gr + 200 ml air, dan SBP sebanyak 3cc. Setelah semua bahan siap, lalu mulai mencampur rumput raja kering yang sudah dipotong-potong dengan tetes tebu, pencampuran dilakukan dilantai yang bersih. Selanjutnya mencampur garam dengan mineral pada loyang. Lalu mencampur bekatul, pollard dengan garam mineral. Kemudian campuran dari bekatul, pollard dengan garam mineral dicampurkan dari sedikit demi sedikit supaya tercampur rata pada rumput raja yang telah dicampur EM4. Setelah semua bahan tercampur merata, langkah yang terakhir memasukan ke dalam ember dan memadatkan semua bahan silase agar dapat memperkecil tersedianya O2 sehingga tercapai keadaan hampa udara. Setelah ember terisi padat dan penuh lalu ditutup dan disolasi supaya tidak terlepas. Kemudian simpan pada tempat yang aman dan tidak terkena sinar matahari. Penyimpanan dilakukan selama ± 30 hari dan siap di berikan pada ternak ruminansia.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
            Hijauan segar yang digunakan rumput raja, dengan berat awal hijauan segar berjumlah 17 kg. Setelah dilakukan proses pelayuan hijauan selama ± 1 minggu, didapatkan 17 kg hijauan kering dari hijauan segar 17 kg. Kadar air dari rumput raja segar 80 % dan BK rumput raja segar 20 %
BK hasil jadi = misal
          = 
7        =  20 x 17
7        =  340
          =  48,57
Sehingga BK hasil jadi dari rumput raja kering 48,57 %

Hasil Jadi Silase
Silase sudah jadi setelah mengalami proses fermentasi penyimpanan selama ± 30 hari dalam keadaan anaerobic, menghasilkan silase yang termasuk dalam katagori kualitas baik dengan warna kehijau-hijauan seperti daun direbus, berbau asam dan berasa manis. Teksturnya masih berupa rumput, tidak berjamur, tidak menggumpal dan tidak berlendir.
Manfaat silase adalah sebagai berikut:
1.       Selama fermentasi, bakteri yang berperan di dalamnya bekerja pada kandungan selulosa dan karbohidrat pada pakan untuk menghasilkan asam lemak volatil seperti asam asetat, propionat, laktat, dan butirat. Keberadaan asam lemak menurunkan pH sehingga menciptakan lingkungan di mana bakteri perusak tidak bisa hidup. Sehingga asam lemak volatil berperan sebagai pengawet alami. Pengawetan ini merupakan hal yang penting dilakukan ketika pakan hijauan tidak tersedia di musim dingin.
  1. Ketika melalui proses fermentasi, selulosa dari hijauan pecah sehingga ketika dimakan oleh ternak, jalur pencernaan pada perut ruminansia menjadi lebih singkat sehingga mempercepat penyerapan nutrisi.
  2. Beberapa organisme pelaku fermentasi memproduksi vitamin, seperti lactobacillus yang menghasilkan asam folat dan vitamin B12.
  3. Silase dapat ditambah dengan berbagai bahan seperti bekatul selama proses pembuatannya, untuk menambah nutrisi dan memperbaiki karakteristik fisik dan kimiawi silase.
  4. Fermentasi menghasilkan panas, karena energi kimia dari pakan hijauan digunakan oleh bakteri untuk melakukan fermentasi. Sehingga kandungan energi silase umumnya lebih rendah daripada hijauan. Namun kekurangan ini dapat diabaikan mengingat begitu banyaknya manfaat silase. Selain itu, dengan pecahnya selulosa, energi yang digunakan hewan ruminansia untuk mencerna silase menjadi lebih sedikit.
  5. Silase juga tahan lama, dapat bertahan selama ± 1 tahun sehingga dapat dijadikan pasokan diwaktu musim kemarau maupun kekurangan hijauan.
Prinsip pembuatan silase yaitu usaha untuk mencapai dan mempercepat :
a.        Keadaan hampa udara (anaerob).
Untuk mendapatkan suasana anaerob dikerjakan dengan cara :
1.      Pemadatan bahan silase (hijauan) yang telah dicacah dengan cara ditekan, baik dengan menggunakan alat atau diinjak-injak sehingga udara sekecil mungkin (minimal).
2.      Tempat penyimpanan (silo) jangan ada kebocoran dan harus tertutup rapat yang diberi pemberat.
3.      Pembentukan suasana asam dengan cara penambahan bahan pengawet atau bahan imbuhan (additif) secara langsung dan tidak langsung.
b.      Terbentuk suasana asam dalam penyimpanan (terbentuk asam laktat) terbukti ketika kertas Laktmus dimasukkan, warnanya tidak berubah.




BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa prinsip utama pengawetan melalui teknologi silase adalah mempercepat kondisi anaerob dan suasana asam didalam silo. Hal ini dapat terjadi apabila jumlah udara didalam silo minimal yaitu dengan pemadatan yang maksimal, disamping menekan aktivitas mikroba yang menyebabkan kerusakan silase dengan mendorong percepatan terbentuknya asam laktat.
Kualitas silase rumput raja menunjukkan hasil baik. Hal ini dikarenakan memilki sifat berbau asam dan berasa manis, berwarna hijau seperti daun direbus, tekstur kehijau-hijauan seperti bahan asal, tidak berjamur dan tidak menggumpal sesuai dengan persyaratan silase yang berkualitas baik.



DAFTAR PUSTAKA
Cullison. A. E. 1979. Feeds and Feeding. 2nd Ed. Reston Publishing Co. Inc. Reston, Virginia.
Ensminger, M. E. 1992. Animal Science. 6th Ed. The Interstate and Publisher, Inc. Danville, Illinois.
Foley, R.C., D.L. Bath, F.N. Dickinson., and H.A. Tucker. 1973. Dairy Cattle Principles, Practices, Problem and Profits. Lea and Febiger, Philadelphia.
Harold, D.H. and S.M. Darrel. 1972. Crop Production 2nd Ed. Macmilan Publising Co., Inc., New York.
McDonald, P. 1981. The Biochemistry of Silage. John Wiley and Sons Ltd., London.
McIlroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradya Paramita, Jakarta (Diterjemahkan oleh TIM IPB).
Orskov, E. R. 1992. Protein Nutrition in Ruminant. 2nd Ed. Academic Press, Harcout Brace Jovanovich Publisher, London.
Ranjhan, S. K. 1980. Animal Nutrition in Tropics. 2nd Ed. Vikas Publishing House PVT Ltd., New Delhi.
Widyastuti, Y. 2008. Fermentasi Silase dan Manfaat Probiotik Silase bagi Rouminansia. Media    Peternakan. 31 (3) : 225-232.





LAMPIRAN GAMBAR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar